A. PENDAHULUAN
Dalam pandangan ajaran Islam, segala
sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur.
Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan
secara asal-asalan. Mulai dari urusan terkecil seperti mengatur urusan rumah
tangga sampai dengan urusan terbesar seperti mengatur urusan sebuah Negara,
semua itu diperlukan pengaturan yang baik, tepat dan terarah dalam bingkai
sebuah manajemen agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai
secara efisien dan efektif.
Dalam makalah ini kami akan membahas
beberapa hal, yaitu:
1. Pengertian dan pentingnya studi manajemen.
2. Fungsi-fungsi manajemen.
3. Sejarah (aliran-aliran) manajemen.
4. Manajemen dan islam
5.Mengapa perlu menejemen?
Kami akan coba membahas dalam makalah kali ini , sehingga
kedepannya bisa lebih baik dan bermanfaat.
B. PEMBAHASAN
Manajemen
berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu. jadi manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diingini.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu. jadi manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diingini.
Mengapa manajemen
itu penting ?
- pekerjaan itu berat dan sulit untuk dikerjakan sendiri, sehingga diperlukan pembagian kerja, tugas dan tanggung jawab dalam penyelesaiannya.
- perusahaan akan dapat berhasil baik, jika manajemen diterapkan dengan baik.
- manajemen yang baik akan meningkatkan daya guna dan hasil guna semua potensi yang dimiliki.
- manajemen yang baik akan mengurangi pemborosan – pemborosan
Manajemen pada
dasarnya baru dapat diterapkan, jika :
- ada tujuan bersama dan kepentingan yang sama yang akan dicapai
- ada kerja sama diantara sekelompok orang dalam ikatan formal dan ikatan tata tertib yang baik
- ada pembagian tugas , kerja, dan tanggung jawab yang teratur
- ada hubungan yang formal dan ikatan kerja yang tertib
- ada sekelompok orang dan pekerjaan yang akan dikerjakan
- ada organisasi atau wadah untuk melakukan kerja sama
- ada wewenang dan tanggungjawab dari setiap individu
- ada pemimpin dan bawahan yang diatur
- adanya komunikasi dan delegasi
Sistem – Sistem
Manajemen
Dapat dibedakan
atas :
- Manajemen Bapak diartikan bahwa setiap usaha dan aktivitas organisasi para bawahan selalu mengikuti jejak bapak atau atasan. Kebaikan dari manajemen ini adalah apabila pemimpin tetap pada proporsi yang benar, pekerjaan dapat dengan cepat dikerjakan sehingga tujuan tercapai dengan baik. Kelemahannya adalah apabila pemimpin tidak benar, perusahaan akan hacur karena bawahannya akan turut menyelewang. Kemudian organisasi terbatas, sebab hanya tergantung kepada kecakapan pemimpin, bawahan hanya merupakan robot saja.
- Manajemen Tertutup diartiakn bahwa pada manajemen ini pimpinan tidak meberitahukan atau menginformasika keadaan perusahaan kepada para bawahannya walaupun dalam batas-batas tertentu. Kebaikan dari manajemen ini keadaan dan kerahasiaan dari perusahaan akan terjamin, pengambilan keputusan cepat, kerna tidak melibatkan partisipasi bawahan dalam proses pengambilan keputusan. Kelemahannyaadalah para bawahan tidak mengetahui keadaan perusahaan apabila untung atau rugi, problem dan pemecahan masalah yang dihadapi perusahaan hanya dihadapi manajer saja, tidak mempersiapkan kader-kader pengganti di masa depan.
- Manajemen Terbuka dapat diterapkan dengan cara sebagai berikut : manajer banyak menginformasikan keadaan perusahaan kepada bawahannya, sehingga bawahan dalam batas-batas tertentu mengetahui keadaan perusahaan. Yang kedua seorang manajer sebelum mengambil keputusan, terlebih dahulu memberikan kesempatan kepada bawahannya unutk mengemukakan saran-saran dan pendapat nya. Sehingga manajer mengajak para bawahannya untuk ikut berpartisipasi dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Kebaikannya para bawahan akan terbina dan terlatih, sehinga memunculkan kader-kader untuk masa datang, menciptakan suasana kerja sama yang akan semakin baik, menimbulakan perasaan senasib dan seperjuangan, dan para bawahan mengetahui arah yang diambil perusahaan. Kelemahannya pengambilan keputusan lama, rahasia perusahaan tidak terjamin, kecakapan dan kewibawaan atasan akan diketahui para bawahan sehingga wibawanya berkurang.
- Manajemen Demokrasi, pelaksanaanya hampir sama dengan manajemen terbuka hanya pada manajemen demokrasi hanya dapat dilakasanakandalam suatu organisasi yang setiap anggotanya mempunyai hak suara yang sama, kemudian dalam manajemen demokrasi setiap anggota ikut menetapkan keputusan berdasarkan suara terbanyak.
Fungsi-funngsi Manajemen Dari Beberapa Pakar
Fungsi-fungsi manajemen berkembang terus menjadi melebihi empat buah (banyak).
Luther Gullick: Perencanaan; Pengorganisasian; Staf (Penyusunan pegawai); Pembinaan kerja; Pengkoordinasian; Pelaporan; Pengawasan; Anggaran.
George Terry: Perencanaan; Pengorganisasian; Penggerak (Actuating); Pengawasan.
James Stone: Perencanaan; Pengorganisasian; Pimpinan; Pengawasan.
Kootz dan Donnel: Perencanaan; Pengorganisasian; Staf (Penyusunan pegawai), Pembinaan kerja; Pengawasan.
Richard Griffin: Perencanaan; Pengorganisasian; Pimpinan; Pengawasan.
Earnest Dale: Perencanaan; Pengorganisasian; Staf (penyusunan pegawai) Presentasi; Pengawasan.
Hendry Foyal: Perencanaan; Pengorganisasian; Pimpinan; Pengawasan.
Lyndall Urwick: Peramalan; Perencanaan; Pengorganisasian; Pemberikomando; Pengkoordinasian; pelaporan; Pengawasan.
Fungsi-fungsi manajemen dari yang dikemukakan para pakar itu bila di rekapitulasi adalah sebagai berikut: Peramalan; Perencanaan; Pengorganisasian; Penggerak; Pimpinan; Pemberikomando; Staf (Penyusunan pegawai); Pembinaan kerja; Pengkoordinasian; Pelaporan; Presentasi; Pengawasan; Anggaran.
Fungsi-fungsi manajemen berkembang terus menjadi melebihi empat buah (banyak).
Luther Gullick: Perencanaan; Pengorganisasian; Staf (Penyusunan pegawai); Pembinaan kerja; Pengkoordinasian; Pelaporan; Pengawasan; Anggaran.
George Terry: Perencanaan; Pengorganisasian; Penggerak (Actuating); Pengawasan.
James Stone: Perencanaan; Pengorganisasian; Pimpinan; Pengawasan.
Kootz dan Donnel: Perencanaan; Pengorganisasian; Staf (Penyusunan pegawai), Pembinaan kerja; Pengawasan.
Richard Griffin: Perencanaan; Pengorganisasian; Pimpinan; Pengawasan.
Earnest Dale: Perencanaan; Pengorganisasian; Staf (penyusunan pegawai) Presentasi; Pengawasan.
Hendry Foyal: Perencanaan; Pengorganisasian; Pimpinan; Pengawasan.
Lyndall Urwick: Peramalan; Perencanaan; Pengorganisasian; Pemberikomando; Pengkoordinasian; pelaporan; Pengawasan.
Fungsi-fungsi manajemen dari yang dikemukakan para pakar itu bila di rekapitulasi adalah sebagai berikut: Peramalan; Perencanaan; Pengorganisasian; Penggerak; Pimpinan; Pemberikomando; Staf (Penyusunan pegawai); Pembinaan kerja; Pengkoordinasian; Pelaporan; Presentasi; Pengawasan; Anggaran.
Uraian
ringkas fungsi-fungsi manajemen
Berikut paparan mengenai fungsi-fungsi manajemen secara ringkas sebagai berikut:
Berikut paparan mengenai fungsi-fungsi manajemen secara ringkas sebagai berikut:
Ø Peramalan/Perkiraan (Forecasting)
Ø Perencanaan (Planning)
Ø Organisasi (Organizing)
Ø Aktual (Actuating) Menggerakkan
Ø Pimpinan (Leading)
Ø
Pengarahan
(Directing/Commanding)
Ø Motivasi (Motivating)
Ø Inovasi (Inovation)
Ø Koordinasi (Coordinating)
Ø Kendali (Controlling)
Ø Laporan (Reporting)
Ø
Staf
(Staffing)
Fungsi Operasional Manajemen
Lingkaran Spiral
Aktifitas fungsi-fungsi manajemen menurut Islam, merupakan sesuatu yang berulang-ulang, menyerupai lingkaran (siklus) atau berbentuk seperti lingkaran ulir atau spiral maju kedepan yang selalu mengarah kepada perbaikan. Kejadian ini dijelaskan pada surat Alam Nasyrah [94] 5 sampai 7.
Lingkaran Spiral
Aktifitas fungsi-fungsi manajemen menurut Islam, merupakan sesuatu yang berulang-ulang, menyerupai lingkaran (siklus) atau berbentuk seperti lingkaran ulir atau spiral maju kedepan yang selalu mengarah kepada perbaikan. Kejadian ini dijelaskan pada surat Alam Nasyrah [94] 5 sampai 7.
·
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan (5). Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (6). Maka
apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain (7).
Berulang perkataan sesudah kesulitan itu ada kemudahan (ayat 5 dan 6). Ini berarti suatu siklus. Satu siklus dikerjakan dengan sungguh-sungguh, kemudian dikerjakan pula siklus kedua dengan sungguh-sungguh (ayat 7).
Pada surat ini jelas terlihat penting melakukan pekerjaan dengan berulang-ulang dan sungguh-sungguh, sehingga diperoleh hasil yang lebih baik dari pengalaman pekerjaan pertama begitulah seterusnya. Artinya untuk jenis produk yang sama tentu didapatkan kesulitan, kemudian dilakukan perbaikan dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh diproleh hasil yang lebih baik begitulah seterusnya. Hasil perbaikan akan menghilangkan beban, memberikan kemudahan, kelapangan dan meningkatkan mutu produk karena pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari menyelesaikan kesulitan dari produk tersebut.
Perhatikan aktifitas fungsi-fungsi manajemen yang terkenal adalah POAK. Telihat merupakan sesuatu yang berulang-ulang, menyerupai lingkaran (siklus) yaitu POAK-evaluasi (perbaikan)-POAK-evaluasi (perbaikan)-POAK dan seterusnya maka terjadi berbentuk seperti lingkaran ulir atau spiral maju kedepan yang selalu mengarah kepada perbaikan.
Berulang perkataan sesudah kesulitan itu ada kemudahan (ayat 5 dan 6). Ini berarti suatu siklus. Satu siklus dikerjakan dengan sungguh-sungguh, kemudian dikerjakan pula siklus kedua dengan sungguh-sungguh (ayat 7).
Pada surat ini jelas terlihat penting melakukan pekerjaan dengan berulang-ulang dan sungguh-sungguh, sehingga diperoleh hasil yang lebih baik dari pengalaman pekerjaan pertama begitulah seterusnya. Artinya untuk jenis produk yang sama tentu didapatkan kesulitan, kemudian dilakukan perbaikan dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh diproleh hasil yang lebih baik begitulah seterusnya. Hasil perbaikan akan menghilangkan beban, memberikan kemudahan, kelapangan dan meningkatkan mutu produk karena pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari menyelesaikan kesulitan dari produk tersebut.
Perhatikan aktifitas fungsi-fungsi manajemen yang terkenal adalah POAK. Telihat merupakan sesuatu yang berulang-ulang, menyerupai lingkaran (siklus) yaitu POAK-evaluasi (perbaikan)-POAK-evaluasi (perbaikan)-POAK dan seterusnya maka terjadi berbentuk seperti lingkaran ulir atau spiral maju kedepan yang selalu mengarah kepada perbaikan.
·
Kejadian ini bila diperhatikan mengikuti
ayat-ayat Al Qur’an surat Alam Nasyrah [94] ayat 5 sampai 7 dilengkapi dengan
langkah Dan hanya kepada Tuhan mulah hendaknya kamu berharap (8). Langkah ini
tidak terdapat pada POAK.
Mudah-mudahan paparan diatas dapat menjadi masukan dalam menjalankan Usaha/Orgabisasi/bisnis.
Mudah-mudahan paparan diatas dapat menjadi masukan dalam menjalankan Usaha/Orgabisasi/bisnis.
Aliran Manajemen Klasik
Pemikiran ini
berkembang selama Revolusi Industri tatkala bermunculan masalah-masalah yang
berhubungan dengan sistem yang selama ini berlaku di pabrik. Manajer mengalami
ketidakpastian dalam cara bagaimana melatih pekerja. Kesulitan ini muncul
karena Revolusi Industri mendorong imigrasi penduduk antarnegara, utamanya dari
wilayah yang non berbahasa Inggris ke negara-negara yang berbahasa Inggris.
Manajer juga gagap dalam menangani ketidakpuasan pekerja yang cenderung
meningkat. Lalu, mereka mulai menguji sejumlah solusi. Hasilnya, teori
manajemen klasik terbentuk sebagai upaya menemukan cara terbaik untuk
memanajemen dan mengerjakan pekerjaan. Aliran Manajemen Klasik (Classical
School of Management) terdiri atas dua cabang: Aliran Saintifik Klasik dan Aliran
Administrasi Klasik.
1. Aliran Saintifik Klasik
(Classical Scientific School)
Aliran ini
muncul akibat adanya kebutuhan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Penekanannya pada bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyelesaikan
pekerjaan yang dilakukan dengan cara menguji bagaimana sesungguhnya proses
kerja dilakukan serta keahlian apa yang dibutuhkan oleh pekerja dalam proses
kerja tersebut. Aliran ini banyak berhutang pada sejumlah pemikir dominan
seperti Frederick Taylor, Henry Gantt, serta Frank dan Lillian Gilbreth.
Frederick
Taylor. Ia kerap dijuluki “bapak manajemen saintifik.” Taylor percaya bahwa
organisasi seharusnya mempelajari tugas-tugas yang dilakukan para anggotanya
serta membangun prosedur-prosedur kerja yang baku. Contohnya, tahun 1898,
Taylor menghitung berapa banyak besi dari pabrik di Bethlehem Steel dapat
dipindahkan andaikata para pekerja menggunakan gerakan, alat, dan
langkah-langkah yang benar. Hasilnya mencengangkan, yaitu seharusnya 47,5 ton
sehari ketimbang 12,5 ton seperti yang selama ini berlaku.
Sebagai
tambahan, dengan mendesain ulang sekop yang pekerja gunakan, Taylor mampu
meningkatkan lama waktu kerja dari satu pekerja sehingga mengurangi jumlah
penyekop dari 500 menjadi 140 orang. Akhirnya, ia membangun sistem insentif
yang membayar uang lebih kepada pekerja yang mampu beradaptasi dengan metode
baru. Produktivitas Bethlehem Steel meroket. Hasilnya, banyak teoretisi
mengikuti filosofi Taylor tatkala mereka membangun prinsip-prinsip manajemen di
perusahaan masing-masing.
Henry Gantt. Ia
adalah kolega Taylor. Gantt membuat skema yang dikenal dengan Skema Gantt.
Skema Gantt adalah sebuah grafik yang memuat matriks perbandingan antara
rencana kerja dengan pekerjaan yang terselesaikan selama proses produksi. Dengan
lebih menitikberatkan pada waktu ketimbang kuantitas, isi, ataupun berat,
display visual ini secara luas dipergunakan sebagai alat perencanaan dan
kontrol sejak ia diciptakan Gantt tahun 1910.
Frank dan
Lillian Gilbreth. Sepasang suami istri ini merupakan satu tim. Mereka
mempelajari gerakan-gerakan pekerja saat melakukan pekerjaan. Karir awal Frank
selaku pemasang bata, membuatnya tertarik dan mempelajari metode dan
standardisasi kerja pemasangan bata. Ia memperhatikan pemasangan bata dan
memperhatikan adanya sejumlah pekerja yang bekerja lambat dan tidak efisien,
sementara lainnya produktif. Dari pengamatan ia menyimpulkan bahwa setiap
pemasang bata menggunakan gerakan-gerakan yang berbeda tatkala memasang bata.
Dari observasi
tersebut, Frank menandai gerakan dasar yang penting untuk melakukan pekerjaan
serta membuang gerakan yang tidak perlu. Pekerja yang menggunakan metode baru
Frank ternyata mampu meningkatkan hasil pekerjaan pemasangan, dari 1000 menjadi
2700 pemasangan bata per hari. Ini merupakan studi gerakan pertama yang
didesain untuk mempertahankan cara terbaik dalam bekerja. Kemudian, Frank dan
Lillian Gilbreth mempelajari gerakan kerja menggunakan kamera perekam dan jam.
Tatkala suaminya wafat di usia 56, Lillian meneruskan pekerjaan mereka.
Hal yang
dipetik dari studi suami isteri ini adalah gagasan dasar seputar manajemen
saintifik, yang terdiri atas:
- Membangun standar-standar baru sehubungan dengan cara-cara melakukan pekerjaan;
- Memilih, melatih, dan mengembangkan pekerja adalah lebih baik ketimbang membiarkan mereka memilih sendiri pekerjaan dan bagaimana melakukannya.
- Membangun semangat kerjasama antara pekerja dan manajemen guna memastikan bahwa pekerjaan telah dilakukan sesuai prosedur.
- Pembagian kerja yang jelas antara pekerja dan manajemen di hampir seluruh lini.
2. Aliran Administrasi Klasik
(Classical Administrative School)
Tatkala Aliran
Saintifik Klasik fokus pada produktivitas individual (pekerja), Aliran
Administrasi Klasik berkonsentrasi pada organisasi secara keseluruhan.
Penekanannya lebih pada bagaimana menciptakan prinsip-prinsip manajerial
ketimbang cara-cara kerja yang baru. Kontributor pemikiran ini adalah Max
Weber, Henri Fayol, Mary Parker Follett, dan Chester Irving Barnard.
Teoretisi-teoretisi tersebut mempelajari arus informasi di dalam organisasi dan
menekankan pentingnya memahami bagaimana sesungguhnya organisasi – sebagai
keseluruhan– beroperasi.
Max Weber.
Akhir 1800-an, Max Weber menyatakan ketidaksukaannya atas kenyataan banyaknya
organisasi-organisasi di Eropa yang dimanajemen ala keluarga pribadi, termasuk
Dinasti Hohenzollern di Jerman. Dalam organisasi-organisasi tersebut, para
pekerja hanya setia kepada supervisor kelompok masing-masing ketimbang
organisasi sebagai suatu keseluruhan. Untuk itu, Weber yakin bahwa organisasi
seharusnya dimanajemen secara impersonal dan harus punya struktur organisasi
yang bersifat formal.
Weber juga
menekankan pentingnya kepatuhan atas aturan-aturan tertulis dalam organisasi.
Weber menolak untuk menyerahkan otoritas kepada satu personalitas (individu).
Baginya, otoritas seharusnya merupakan sesuatu yang berbaur dengan pekerjaan
seseorang bukan kepada pribadi. Otoritas pun harus dapat secara mudah
dipindahkan dari orang yang satu ke orang lainnya. Organisasi yang non personal
dan berbentuk obyektif ini disebut birokrasi.
Weber yakin
bahwa seluruh birokrasi punya karakteristik berikut:
- Hirarki yang Disusun Baik. Seluruh posisi dalam birokrasi dibagi dengan cara yang memungkinkan posisi yang lebih tinggi mengawasi dan mengendalikan posisi yang lebih rendah. Rantai komando tegas ini memungkinkan kontrol manajerial atas organisasi secara keseluruhan.
- Pembagian Kerja dan Spesialisasi. Seluruh pertanggungan jawab dalam organisasi dirinci sehingga setiap pekerja punya kebebasan melakukan tugas-tugas tertentu karena jelas aturannya.
- Aturan dan Perundangan. Prosedur operasi standar harus mengatur seluruh kegiatan organisasi untuk menyediakan kepastian dan menjamin terlaksananya koordinasi.
- Hubungan Impersonal Manajer dan Pekerja. Manajer harus memelihara hubungan impersonal dengan pekerja sehingga favoritisme dan penilaian subyektif tidak mempengaruhi pembuatan keputusan.
- Kompetensi. Kompetensi, bukan siapa yang anda kenal, harus menjadi dasar seluruh keputusan dalam kontrak kerja, penempatan, dan promosi dalam rangka meningkatkan kemampuan kerja dan merit system selaku karakteristik utama dalam organisasi birokrasi.
- Dokumentasi. Birokrasi perlu memelihara dokumen mereka secara lengkap atas segala aktivitasnya agar ketika masalah muncul, preseden mudah ditemukan.
Henri Fayol. Insinyur pertambangan Perancis ini merinci 14 prinsip manajemen seperti telah dimuat dalam tulisan sebelumnya. Prinsip-prinsip ini memungkinkan manajemen modern saat ini memperoleh pedoman seputar bagaimana supervisor mengorganisir departemennya dan memanajemen stafnya secara seharusnya. Kendati riset di masa kemudian menolak beberapa di antara gagasannya, umumnya prinsip-prinsip Fayol masih digunakan secara luas dalam teori-teori manajemen.
Mary Parker
Follett. Ia menekankan pentingnya menetapkan tujuan bersama bagi para pekerja
di dalam organisasi. Follett punya pendapat berbeda dengan teoretisi lainnya
yang cenderung memandang kegiatan manajemen secara mekanik. Follett merupakan
pionir dalam pembicaraan mengenai etika, kuasa, dan kepemimpinan dalam dunia
manajemen. Ia mendorong manajer agar mengizinkan pekerja berpartisipasi dalam
proses pembuatan keputusan. Follett menekankan pentingnya faktor manusia
ketimbang teknik-teknik pekerjaan. Hasilnya, ia menjadi pionir pemihakan atas
pekerja dan kerap dianggap sepele oleh sarjana manajemen di masanya. Namun,
waktu berubah, dan gagasan inovatif dari masa lalu tiba-tiba dimaknai secara
baru. Banyak yang para manajer lakukan sekarang didasarkan pada dasar-dasar
yang telah Follett bangun 70 tahun silam.
Chester Irving
Barnard. Barnard adalah presiden New Jersey Bell Telephone Company. Ia
memperkenalkan gagasan “organisasi informal.” Organisasi informal adalah klik
(kelompok di dalam organisasi, bersifat eksklusif) yang secara alami terbentuk
di dalam organisasi. Ia menganggap organisasi informal ini punya peran besar
dalam fungsi komunikasi dalam organisasi. Mereka sesungguhnya dapat membantu
organisasi mencapai tujuan.
Secara khusus,
Barnard merasakan pentingnya manajer membangun semangat tujuan bersama di mana
kehendak bekerjasama dapat didorong secara maksimal. Barnard dianggap pembangun
teori “manajemen dengan persetujuan,” yang menekankan manajer hanya memiliki
kewenangan yang legitimate untuk bertindak tatkala pekerja telah menyetujui
kewenganangan tersebut. Bagi Barnard, 4 faktor berikut mempengaruhi keinginan
pekerja untuk menerima otoritas:
- Pekerja telah memahami proses komunikasi di dalam organisasi;
- Pekerja menyetujui bahwa komunikasi yang dikembangkan konsisten dengan tujuan organisasi;
- Pekerja merasakan bahwa tindakan mereka konsisten dengan kebutuhan dan keinginan para pekerja lainnya; dan
- Pekerja merasa bahwa mereka secara mental dan fisik mampu melaksanakan perintah.
Simpati Barnard bagi pemahaman atas kebutuhan pekerja menempatkan dirinya selaku jembatan penghubung antara aliran manajemen klasik dengan teori manajemen perilaku.
Teori Manajemen Perilaku (Behavioral
Management Theory)
Penekanan
pemikiran manajemen pasca aliran klasik ada di seputar interaksi dan motivasi
individu di dalam organisasi. Prinsip-prinsip manajemen selama periode klasik
kurang mampu menyesuaikan diri dengan aneka situasi berbeda yang berkembang di
sekeliling organisasi. Aliran tersebut juga dianggap kurang mampu menjelaskan
munculnya perilaku pekerja yang beragam dalam menjalankan pekerjaan.
Singkatnya, aliran klasik dianggap telah mengabaikan motivasi dan perilaku
tumbuh di dalam diri pekerja. Hasilnya, muncul aliran perilaku (behavioral).
Teori manajemen
behavioral kerap disebut gerakan hubungan manusia akibat ia menekankan
pentingnya dimensi manusia dalam pekerjaan. Teoretisi behavioral yakin bahwa
pemahaman yang lebih baik atas perilaku manusia saat mereka bekerja, seperti
motivasi, konflik, harapan, dan dinamika kelompok, akan meningkatkan
produktivitas organisasi.
Elton Mayo.
Kontribusi Mayo berawal dari Hawthorne Studies. Mayo dan rekannya F. J.
Roethlisberger menyimpulkan bahwa peningkatan produksi merupakan hasil
pengawasan supervisor ketimbang perubahan pencahayaan ruangan atau
fasilitas-fasilitas lain yang bersifat fisik bagi pekerja. Supervisor yang
mampu memahami apa yang sesungguhnya diinginkan pekerja, diyakini akan mampu
meningkatkan motivasi dan produktivitas mereka. Kesimpulan pokok dari Hawthorne
Studies adalah, hubungan antarmanusia dan kebutuhan sosial pekerja adalah aspek
kunci bagi manajemen. Konsep motivasi dalam diri manusia ini mendorong
munculnya teori dan praktek manajemen yang revolusioner.
Abraham Maslow.
Seorang psikolog, membangun apa yang kemudian dikenal sebagai Teori Kebutuhan.
Teori kebutuhan adalah teori motivasi kerja yang didasarkan pada kebutuhan umum
manusia. Teori Maslow punya 3 asumsi:
- Kebutuhan manusia tidak akan pernah terpuaskan;
- Perilaku manusia punya tujuan dan dimotivasi oleh kebutuhan untuk merasakan kepuasan; dan
- Kebutuhan dapat diklasifikasi menurut struktur hirarki dari yang terpenting, yaitu dari bawah (dasar) hingga yang lebih kemudian.
Aliran Manajemen Kuantitatif
Selama Perang
Dunia II, matematikawan, fisikawan, serta ilmuwan ilmu-ilmu pasti lainnya
menggabungkan diri ke dalam bidang kemiliteran untuk melawan aliansi Jerman,
Jepang, dan Italia. Aliran manajemen kuantitatif adalah hasil dari riset
manajemen yang diadakan selama Perang Dunia II tersebut. Pendekatan kuantitatif
atas manajemen melibatkan penggunaan teknik-teknik kuantitatif-matematika
seperti statistik, model informasi, dan simulasi komputer untuk memprediksi
proses pembuatan keputusan. Aliran ini punya beberapa cabang.
1. Manajemen Sains
Aliran
manajemen sains muncul menyikapi masalah yang berhubungan dengan perang global.
Kini, pandangan Manajemen Sains mendorong manajer menggunakan matematika,
statistik, dan teknik kuantitatif lainnya untuk membuat keputusan. Manajer
dapat menggunakan model komputer untuk menggambarkan cara terbaik, misalnya
menghemat uang dan waktu, dalam suatu proses produksi. Manajer menggunakan
sejumlah aplikasi sains berikut:
- Matematika terapan membantu membuat proyeksi hal-hal penting dalam proses perencanaan.
- Model inventory mengendalikan inventaris dan pengorderan barang secara matematis.
- Selain Manajemen Sains, juga terdapat Manajemen Operasi.
2. Manajemen Operasi
Manajemen
operasi adalah cabang kecil dari pendekatan kuantitatif dalam manajemen.
Fokusnya pada bagaimana memanajemen proses pengubahan material, tenaga kerja,
dan modal menjadi output (jasa dan barang) yang punya manfaat dan nilai jual.
Manajemen operasi fokus pada pencarian metode paling efektif yang digunakan
oleh organisasi untuk memproduksi manufaktur ataupun jasa. Sumber daya input
atau faktor produksi, termasuk ragam bahan mentah, teknologi, modal informasi,
dan orang yang dibutuhkan guna menciptakan produk akhir, didayagunakan secara
lebih efektif untuk meningkatkan produktivitas.
Manajemen
operasi saat ini memberi perhatian khusus pada tuntutan kualitas, layanan
pelanggan, dan persaingan. Proses diawali dengan perhatian pada kebutuhan
konsumen: Apa yang sesungguhnya konsumen inginkan? Di mana mereka menginginkannya?
Kapan mereka menginginkannya? Berdasar jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
tersebut, manajer baru mengerahkan sumber daya dan mengambil tindakan untuk
memenuhi harapan pelanggan.
3. Sistem Informasi Manajemen
Sistem
Informasi Manajemen (SIM) adalah salah satu bidang aliran kuantitatif. SIM
mengorganisir masa lalu, masa kini, dan melakukan proyeksi data, baik dari
sumber internal maupun eksternal, untuk diolah menjadi informasi yang
bermanfaat. Informasi tersebut tersedia bagi para manajer di aneka level. SIM
juga memungkinkan pengorganisasian data ke dalam format yang bermanfaat dan
mudah diakses. Hasilnya, manajer dapat mengenali pilihan-pilihan keputusan
secara cepat, mengevaluasi alternatif menggunakan program pengolah angka,
simulasi jika-begini-maka-begitu, dan akhirnya, memilih alternatif terbaik
berdasar jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Aliran Manajemen Kontijensi
(Situasional)
Aliran
manajemen kontijensi dapat dirangkum sebagai pendekatan semua tergantung pada.
Tesisnya, suatu tindakan manajemen yang akan diterapkan serta pendekatan yang
digunakan dalam tindakan tersebut sepenuhnya bergantung pada situasi. Sebab
itu, manajemen kontijensi juga disebut aliran manajemen situasional. Aliran ini
muncul sebagai hasil riset tahun 1960-an dan 1970-an dan sekaligus merupakan
reaksi penolakan atas aliran saintifik. Riset-riset tersebut fokus pada
faktor-faktor situasional yang mempengaruhi struktur dan gaya kepemimpinan
organisasi di aneka situasi berbeda. [2]
Bagi aliran
kontijensi, perubahan lingkungan, ketidakmenentuan zaman, perubahan teknologi
kerja, dan peningkatan/penurnan ukuran perusahaan, merupakan faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi efektivitas manajerial di aneka bentuk organisasi.
Menurut aliran ini, kondisi-kondisi yang merupakan asumsi dasar aliran
saintifik seperti lingkungan yang stabil, sentralisasi, standardisasi, dan
spesialisasi guna mencapai efisiensi dan konsistensi, telah usai. Era
stabilitas, kepastian, prediktabilitas, yang memungkinkan diterapkannya kebijakan,
aturan, dan prosedur-prosedur tetap seperti diasumsikan oleh Aliran Saintifik
kini sudah tidak ada lagi. Aliran kontijensi mengasumsikan lingkungan yang
mengelilingi kehidupan organisasi penuh dengan ketidakpastian.
Aliran
kontijensi yang berkembang di lingkungan tak stabil menghendaki desentralisasi
untuk menjamin terwujudnya fleksibilitas dan adaptabilitas organisasi.
Ketidakmenentuan dan ketidakterukuran membutuhkan metode penyelesaian masalah
yang sifatnya non rutin, atau situasional.
Aliran kontijensi
diwakili oleh Paul Lawrence and Jay Lorsch dalam karyanya Organizations and
Environment: Managing Differentiation and Integration yang terbit tahun 1967.
Dalam karya tersebut, Lawrence and Lorsch berpendapat bahwa unit-unit
organisasi yang bergerak dalam lingkungan berbeda cenderung mengembangkan
karakteristik unit yang juga berbeda. Semakin besar perbedaan internal di
antara mereka, semakin besar pula kebutuhan koordinasi antar unit tersebut.
Joan Woodward
dalam karyanya Industrial Organization: Theory and Practice yang terbit tahun
1965 juga menemukan fakta organisasi manufaktur yang sukses secara finansial
serta menggunakan aneka jenis teknologi kerja ternyata memiliki perbedaan
sehubungan dengan jumlah tingkatan manajemen, perluasan manajemen, dan derajat
spesialisasi para pekerjanya. Ia menghubungkan perbedaan dalam organisasi untuk
mengembangkan performa kerja dan berpendapat bahwa bentuk-bentuk organisasi
tertentu hanya cocok bagi tipe teknologi kerja tertentu.
Aliran Manajemen Kualitas (Quality
School of Management)
Aliran
Manajemen Kualitas adalah konsep menyeluruh seputar leading dan operating suatu
organisasi. Ia dimaksudkan untuk meningkatkan performa kerja organisasi secara
terus-menerus dengan fokus pada customer seraya sensitif terhadap kepentingan
para stake holder. Dengan kata lain, Manajemen Kualitas fokus pada bagaimana
cara mengorganisasi secara total untuk menciptakan pelayanan terbaik pada
pelanggan.
Perbedaan
Manajemen Kualitas dengan aliran-aliran sebelumnya terdapat dalam masalah sikap
manajemen terhadap produk dan pekerja. Aliran sebelumnya fokus pada volume
produksi dan biaya produksi. Kualitas dikendalikan menggunakan metode pindai
(pemeriksaan hasil produksi), masalah diselesaikan hanya oleh pihak manajemen,
dan peran manajemen didefinisikan hanya sebagai planning (perencanaan),
menentukan pekerjaan, dan pengendalian produksi. Manajemen Kualitas berbeda. Ia
fokus pada pelanggan dan bagaimana memenuhi kebutuhan mereka.
Manajemen
Kualitas diarahkan lewat serangkaian tindakan pencegahan, misalnya memastikan
kualitas terjadim dalam tiap-tiap tahapan pekerjaan. Jika muncul masalah, maka
ia diselesaikan oleh suatu tim. Setiap orang harus bertanggung jawab atas
kualitas produk. Peran manajemen adalah mendelegasikan, melatih, memfasilitasi,
dan membimbing pekerja. Prinsip utama Manajemen Kualitas adalah : kualitas,
kerja tim, dan manajemen yang proaktif demi proses peningkatan kinerja yang
menjamin kepuasan pelanggan.
W. Edward
Deming. Tokoh Manajemen Kualitas ini menerbitkan pemikiran dalam karyanya Out
of the Crisis. Karya tersebut terbit tahun 1986. Ia seorang Amerika Serikat
yang bekerja sama dengan Walter A. Shewhard di Bell Telephone Company. Rekannya
itu, Shewhart, seorang ahli statistik yang berpendapat bahwa kendali produksi
dapat dimanajemen secara lebih baik dengan menggunakan metode statistik.
Shewhart lalu menyusun bagan statistik untuk mengendalikan variabel-variabel
dalam proses produksi.
Berdasarkan
karya Shewhart itulah Deming mengembangkan proses kerja yang menggunakan
teknik-teknik statistik yang diyakini mampu memberi peringatan awal seputar
kapan seorang manajer harus mengintervensi sebuah proses produksi. Deming lalu
dikirim ke Jepang untuk memulihkan pabrik-pabrik manufaktur Jepang yang hancur
karena perang. Di sana Deming memperkenalkan metode statistical process control
kepada kalangan bisnis dan insinyur Jepang. Konsep Deming kemudian meluas dan
menjadi standard dalam penjaminan kualitas atas seluruh proses produksi.
Lebih lanjut,
Deming kemudian mengembangkan konsep reaksi berantai. Reaksi ini muncul tatkala
kualitas meningkat, biaya turun, dan produktivitas meningkat. Kondisi ini akan
mendorong upaya perluasan lapangan kerja, perluasan pasar, dan kebertahanan
hidup yang lebih lama bagi perusahaan. Ia menekankan pentingnya kebanggaan dan
kepuasan pekerja seraya menekankan bahwa tanggung jawab manajer-lah untuk
meningkatkan proses pekerjaan, bukan pekerja.
Deming juga
memperkenalkan Lingkaran Kualitas, yang didasarkan pada pentingnya
pertemuan-pertemuan rutin dan periodik dari para pekerja yang diklasifikasi ke
dalam kelompok-kelompok untuk melakukan pembahasan seputar kualitas produk
secara menyeluruh. Poin-poin Manajemen Kualitas yang Deming tawarkan dapat
diringkas sebagai berikut:
- Susun rencana; publikasikan maksud dan tujuan organisasi;
- Pelajari dan adopsi filosofi kualitas yang baru;
- Pahami tujuan dari inspeksi; hentikan kebergantungan pada inspeksi;
- Hentikan pandangan tinggi atas bisnis semata-mata pada harga;
- Tingkatkan kinerja sistem secara terus-menerus;
- Lembagakan pelatihan;
- Latih dan lembagakan kepemimpinan;
- Buang rasa takut, ciptakan kepercayaan, dan bentuk iklim inovasi;
- Tingkatkan upaya dari tim, kelompok, dan staf;
- Hentikan pemaksaan dan pentargetan pada para pekerja; ciptakan metode prestasi;
- Hentikan kuota angka bagi para pekerja;
- Buang hambatan yang merampok kebanggaan diri pekerja atas pekerjaannya;
- Dorong pendidikan dan peningkatan diri untuk setiap orang; dan
- Bertindak secara transformatif, buat itu sebagai pekerjaan setiap orang.
Pengertian Manajemen Pendidikan Islam
Dari segi bahasa manajemen berasal
dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari kata management
yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam
kamus Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan Shadily (1995 : 372)
management berasal dari akar kata to manage yang berarti
mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan.
“Ramayulis menyatakan
bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan)”[1][2].
Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang
banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti firman Allah SWT :
يُدَبِّرُ
اْلأَمْرَ مِنَ السَّمَآءِ إِلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ
كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةِ مِّمَّا تَعُدُّون
Artinya : Dia mengatur urusan dari
langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang
kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (Al Sajdah : 05).
Dari isi kandungan ayat di atas
dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam (manager). Keteraturan
alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini.
Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadikan sebagai
khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan
sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini. “Sementara manajemen
menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga
dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain”[2][3].
“Sedangkan Sondang P Siagian (1980 : 5)
mengartikan manajemen sebagai kemampuan
atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang
lain”[3][4].
Bila
kita perhatikan dari kedua pengertian manajemen di atas maka dapatlah
disimpulkan bahwa manajemen merupakan sebuah proses pemanfaatan semua sumber
daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama
bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktif. Sedangkan Pendidikan Islam
merupakan proses transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik
sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di
akhirat.
B.
Model
Manajemen Yang Tepat Untuk Mengembangkan Pendidikan Islam
Dari
perspektif sejarah, lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya madrasah dan
pesantren itu tumbuh dari bawah, dari gagasan
tokoh-tokoh agama setempat. Diawali dari pengajian yang lantas mendirikan
mushalla/masjid, madrasah diniyah, dan kemudian mendirikan pesantren atau
madrasah. Sebagian besar tumbuh dan berkembang dari kecil dan kondisinya
serba terbatas. Selanjutnya ada yang tubuh dan berkembang dengan pesat atau
mengalami continuous quality improvement, ada juga yang stagnant (jalan
di tempat) dan ada pula yag mati. Bagi yang terus berkembang hingga mampu
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan umum dan perguruan tinggi, didukung oleh
usaha-usaha lain yang bersifat profit seperti pertanian, perdagangan,
percetakan, industri jasa dan lain sebagainya.
Sejak
dekade 90-an,
kesadaran umat untuk meningkatkan mutu lembaga pendidikan Islam mulai bangkit
dimana-mana dan beberapa di antaranya telah mampu menjadi sekolah unggul atau
sekolah yang efektif (effective school)”[4][5].Yang
menjadi persoalan adalah model manajemen yang bagaimana yang tepat bagi
pendidikan Islam yang memiliki karakteristik tersebut?
1. Manajemen
yang Bernuansa Entrepreneurship.
Sebagaimana
dikemukakan di muka bahwa sebagian besar pendidikan Islam tumbuh dan berkembang
dari bawah dan dari kecil. Manajemen yang tepat adalah manajemen yang dapat
memberikan nilai tambah. Manajemen yang dapat memberi nilai tambah adalah
manajemen yang bernuansa entrepreneurship. Rhenald Kasali dalam “Paulus Winarto
menegaskan bahwa seorang entrepreneur adalah seorang yang
menyukai perubahan, melakukan berbagai temuan yang membedakan dirinya dengan
orang lain”[5][6],
menciptakan nilai tambah, memberikan manfaat bagi dirinya dan orang lain,
karyanya dibangun berkelanjutan (bukan ledakan sesaat) dan dilembagakan agar
kelak dapat bekerja dengan efektif di tangan orang lain. Seorang manajer yang
sekaligus sebagai seorang entrepreneur memiliki karakter
sebagai berikut: memiliki keberanian mengambil resiko, menyukai tantangan,
punya daya tahan yang tinggi punya visi jauh ke depan dan selalu berusaha
memberikan yang terbaik.
Menjadi
seorang entrepreneur diperlukan integritas yang kokoh,
memiliki etos kerja yang tinggi dan kesanggupan untuk menghadapi tantangan,
hambatan dan bahkan ancaman. Seorang entrepreneur
adalah orang yang berani mengambil keputusan “keluar dari zona nyaman dan masuk
ke dalam zona ketidakpastian (penuh resiko)”. Manajer yang biasa (konvensional)
sebenarnya adalah orang yang paling membutuhkan keamanan dan status quo,
dan sebaliknya takut pada perubahan. Hal ini wajar karena ia sedang berada di
puncak piramida dalam struktur organisasi dengan segala fasilitas, kedudukan
dan kehormatan yang melekat padanya.
Seorang entrepreneur pada
dasarnya adalah seorang pembaharu (innovator) karena melakukan sesuatu
yang baru, dianggap baru atau berbeda dari kondisi sebelumnya. Apa yang
dilakukan itu membawa perubahan ke arah yang lebih baik dan memberi nilai
tambah bagi diri maupun orang lain. Dalam upaya untuk
menciptakan nilai tambah seorang entrepreneur sangat
mengutamakan kekuatan brand, yaitu citra atau merek yang kuat atas
apa yang dilakukannya. Dengan brand yang baik jelas akan
memberikan value yang tinggi. Brand image bagi
sebuah lembaga pendidikan merupakan aset yang paling berharga yang mampu
menciptakan valuebagi stakeholder dengan
meningkatkan kepuasan dan menghargai kualitas dan akhirnya melahirkan
kepercayaan. Seorang manajer yang sekaligus entrepreneur bukan
sekedar bisa membangun brand belaka, namun juga memanfaatkan
kekuatan brand untuk melipatgandakan akselerasi sebuah
perubahan.
Pesan Kyai Dahlan (KH. Ahmad Dahlan) agar
meng”hidup-hidupi Muhammadiyah dan jangan mencari hidup
di Muhammadiyah” dapat ditafsirkan dalam konteks semangat entrepreneurship.
Artinya setiap orang yang bekerja di lembaga amal usaha Muhammadiyah harus
mampu memberikan nilai tambah bagi perkembangan lembaganya. Dengan cara
inilah akan terjadi penumpukan capital (capital development) sehingga
amal usaha Muhammadiyah dapat terus tumbuh dan berkembang.
2. Management
based society
Yaitu manajemen yang dapat
menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar. “Data EMIS Departemen agama
menunjukkan 90% madrasah berstatus swasta dan 100 % pesantren adalah swasta”[6][7].Ini
berarti bahwa lembaga pendidikan Islam adalah lembaga milik masyarakat, atau bisa
dikatakan “dari, oleh dan untuk masyarakat”. Manajemen pendidikan Islam yang
tepat adalah manajemen yang dapat mendekatkan pendidikan Islam dengan
masyarakat, diterima, dimiliki dan dibanggakan oleh masyarakat, dan dapat
mendayagunakan potensi-potensi yang dimiliki masyarakatnya. Konsep Manajemen
berbasis sekolah (Management Based School) dan pendidikan berbasis
masyarakat (Society Based Education) dalam konteks otonomi daerah, lahir
karena dilandasi oleh kesadaran bahwa masyarakat punya peran dan tanggung jawab
terhadap lembaga pendidikan di daerahya disamping sekolah dan pemerintah.
Bagi lembaga pendidikan Islam
yang memang “dari, oleh dan untuk masyarakat”, maka mengembalikan pendidikan
Islam kepada masyarakat merupakan sebuah keniscayaan apabila pendidikan Islam
ingin mengambil dan mendayagunakan kekuatannya. Dengan kata lain, masyarakat
adalah kekuatan utama pendidikan Islam. Mencabut pendidikan Islam dari grass
root nya (masyarakat) justru akan memperlemah pendidikan Islam itu
sendiri. Pondok pesantren yang mampu menjaga hubungan baiknya dengan basis
sosialnya terbukti dapat terus berkembang, dan sebaliknya akan mengalami surut
ketika ditinggalkan oleh masyarakatnya.
Lembaga-lembaga
pendidikan di Negara-negara maju terutama yang berstatus privat pada umumnya
terdapat lembaga semacam Dewan Sekolah, Majlis Madrasah, Dewan Penyantun,
Majlis Wali Amanah dan lain sebagainya yang antara
lain bertugas memperhatikan hubungan, kedekatan dan aspirasi
masyarakat serta siap mendayagunakan potensi masyarakat dan memberikan layanan
pengabdian (langsung maupun tidak langsung) kepada masyarakat. Di Stanford
University misalnya ada The Board of Trustees yang berwenang
mengelola dana hibah dan hadiah (grand), sumbangan (endowment)
dan lain sebagainya yang dihimpun dari dana masyarakat untuk pengembangan
Stanford University.
Di
Negara-negara persemakmuran seperti di University of London United Kingdom dan
McGill University Canada misalnya terdapat lembaga yang namanya Board
of Governor. Anggota lembaga ini sebagian besar dari luar universitas yang
pada umumnya memiliki tugas dan peran sebagaimana The Board of Trustees pada
Stanford University. McGill University misalnya, lembaga ini dapat berkembang
karena semangat amal dari masyarakatnya. Diawali dari hibah James McGill yang
menghibahkan sebagian kekayaannya berupa uang 10.000 pound sterling dan tanah
40 hektar beserta real estat yang ada di dalamnya, lembaga ini didirikan dan
berkembang dengan terus menggali dana dari masyarakat sampai sekarang. Di
McGill, semangat beramal itu tidak hanya dalam pengertian materi terutama dari
para dermawan dan hartawan, tetapi juga perbuatan. Dosen, karyawan dan pimpinan
McGill rela bekerja keras karena dilandasi oleh semangat amal, semangat
beribadah.
Semangat
beramal untuk membangun lembaga pendidikan dalam tradisi iman umat Islam
sebenarnya bukan sesuatu yang baru, bahkan umat Islam pernah menjadi pelopor (avant-garde)
dalam komitmennya mengembangkan lembaga pendidikan melalui semangat amal. Yang
menjadi persoalan sekarang adalah, bagaimana membangkitkan kembali semangat
beramal ini dalam mengembangkan pendidikan
Islam? Pertama, adanya lembaga semacam Board of Trustees atau
semacam Majlis Wali Amanah yang anggotanya dari wakil masyarakat yang memiliki
integritas dan komitmen yang tinggi terhadap pendidikan Islam. Kedua,
perlu dibangkitkan kembali semangat juang (jihad), etos kerja semua
komponen stake holder internal sebagai wujud amal (perbuatan)
nyata. Ketiga, perlu diterapkan manajemen mutu terpadu (total
quality management) dalam penyelenggaraan pendidikan Islam.
3.
Management
Based Mosque atau Manajemen Berbasis Masjid.
Sebagaimana
dikemukakan di muka, embrio pendidikan Islam adalah Masjid. Manajemen
pendidikan Islam yang berbasis masjid adalah manajemen yang dijiwai oleh nilai
dan semangat spiritual, semangat berjamaah, semangat ihlas lillahi
ta’ala (ihlas karena Allah) dan semangat memberi yang hanya berharap
pada ridlo Allah. Proses pembelajaran yang integratif dengan masjid memberikan
nuansa religius yang kental dalam penanaman nilai-nilai religius maupun praktek
langsung pengalaman beragama. Dimulai dari pembiasaan shalat dluha, shalat
dluhur berjamaah dan shalat Ashar berjamaah bagi yang full day
school
C. PENUTUP
Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang
diingini. Manajemen berfungsi agar mempermudah pekerjaan, menjadikan organisasi
atau lembaga menjadi lebih baik, meningkatkan daya guna dan menghemat biaya. Ada
beberapa jenis aliran manejement seperti
1. Aliran Manajemen Klasik
2. Aliran
Manajemen Kuantitatif
3. Aliran
Manajemen Kontijensi (Situasional)
4. Aliran
Manajemen Kualitas (Quality School of Management)
Manajemen dalam
Islam
1. Manajemen yang Bernuansa Entrepreneurship.
2.
Management based society
3. Management Based Mosque atau
Manajemen Berbasis Masjid.
Makalah sederhana ini semoga bermanfaat.
Terima Kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Syafaruddin
(2005). Manajemen lembaga pendidikan Islam.Ciputat. Penerbit Ciputat
press.
http://lizenhs.wordpress.com/2011/06/23/fungsi-fungsi-manajemen/
Diakses pada tanggal 22 September 2012
http://kependidikanislamuniva.blogspot.com/2012/03/model-manajemen-dalam-islam.html Diakses pada tanggal 22 September 2012
http://setabasri01.blogspot.com/2010/12/perkembangan-pemikiran-manajemen.html Diakses pada tanggal 22 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar