BANGUNAN
Dalam merancang suatu bangunan apakah rumah tinggal atau gedung yang
diharapkan dari bangunan tersebut adalah dapat memuaskan bagi penghuninya. Faktor
kepuasan dari bangunan dapat diperoleh dari: lokasi, lay out, keindahan bangunan,
kekuatan konstruksi, keawetan, ekonomis, dan sebagainya. Faktor kekuatan konstruksi
menyangkut faktor dan persyaratan teknis, khususnya dalam pengetrapan sistem struktur
yang tepat dan penyelesaian konstruksi yang benar, sehingga akan menjamin keawetan
bangunan, kenyamanan, dan keamanan bagi penghuninya. Betapa pentingnya kekuatan
dan keawetan bangunan jelas memerlukan pembahasan yang urut dan mendalam.
Suatu bangunan mempunyai banyak bagian-bagian pokok yang terdiri dari :
pondasi, dinding/kolom, lantai, pintu dan jendela, langit-langit, atap, utilitas dan
sebagainya.
1. BANGUNAN
Manajemen pembangunan merupakan suatu sistem pembangunan yang dimulai dari sistem pengelolaan data dan informasi pendukung kebijakan pembangunan, sistem perencanaan dan penganggaran, sistem pengorganisasian dan pelaksanaan pembangunan, sistem pengendalian pembangunan, sistem evaluasi dan pemantauan pembangunan, dan sistem pelaporan hasil pelaksanaan pembangunan. Manajemen pembangunan modern menambahkan sistem teknologi informatika sebagai sarana mempermudah operasi sistem pembangunan.
Wujud pelaksanaan manajemen pembangunan yang paling perlu mendapatkan perhatian baik pada level pemerintahan nasional maupun pada level pemerintahan daerah adalah penyusunan dokumen rencana pembangunan daerah, pelaksanaan evaluasi kinerja dan pemantauan pembangunan daerah, dan pengelolaan sistem informasi manajemen pembangunan daerah. Secara khusus berkenaan dengan pelaksanaan manajemen pembangunan daerah, beberapa regulasi seputar manajemen pembangunan daerah perlu mendapatkan pemahaman yaitu UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan UU SPPN, semua lembaga perencanaan pembangunan baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah wajib menjalankan fungsi perencanaan. Dokumen UU SPPN ini, telah menegaskan fungsi perencanaan yang dilakukan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah secara resmi ke dalam proses manajemen pembangunan agar terdapat kepastian hukum atas fungsi perencanaan. Pemahaman berbagai konsep perencanaan pembangunan bagi jajaran pemerintah daerah merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah. Dalam rangka pencapaian target pembangunan daerah, pemahaman konsep perencanaan pembangunan yang baik menjadi kebutuhan pokok jajaran pemeritah daerah. Dengan demikian penyusunan perencanaan kebijakan pembangunan daerah yang tepat sangat ditentukan oleh kemampuan jajaran pemerintah daerah dalam memahami konsep perencanaan pembangunan. Oleh karena itu pemahaman manajemen perencanaan pembangunan yang dimulai dari proses penyusunan perencanaan, penetapan kebijakan pembangunan, pelaksanaan pembangunan, hingga kembali pada monitoring dan evaluasi menjadi sangat diperlukan oleh para pelaku pembangunan termasuk pelaku pembangunan daerah.
Sementara itu, sebagai wujud dari ketentuan Pasal 30 Undang-Undang 25 Tahun 2004 tentang SPPN, pemerintah juga menetapkan Peraturan Pemerintah terkait dengan UU SPPN. Peraturan pemerintah tersebut adalah PP 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Dalam dokumen PP 39/2006 telah memuat tata cara pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan seperti: (1) pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan, (2) pengawasan pelaksanaan rencana pembangunan dan (3) tata cara pengawasan pelaksanaan rencana pembangunan. Selain ketiga poin di atas, dokumen ini juga mengatur evaluasi pelaksanaan,pembangunan.
Dalam rangka mensinergikan berbagai regulasi demikian, maka suatu sistem informasi manajemen pembangunan daerah perlu mendapatkan tempat untuk dipahami agar siklus data dan informasi dalam rangka penyusunan rencana dan penganggaran pembangunan dapat dilakukan dengan tepat dan terarah. Dengam demikian, kebutuhan serta validitas data dan informasi dapat lebih berkualitas dan menentukan keperhasilan pelaksanaan rencanapembangunan.
Berdasarkan UU SPPN, semua lembaga perencanaan pembangunan baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah wajib menjalankan fungsi perencanaan. Dokumen UU SPPN ini, telah menegaskan fungsi perencanaan yang dilakukan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah secara resmi ke dalam proses manajemen pembangunan agar terdapat kepastian hukum atas fungsi perencanaan. Pemahaman berbagai konsep perencanaan pembangunan bagi jajaran pemerintah daerah merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah. Dalam rangka pencapaian target pembangunan daerah, pemahaman konsep perencanaan pembangunan yang baik menjadi kebutuhan pokok jajaran pemeritah daerah. Dengan demikian penyusunan perencanaan kebijakan pembangunan daerah yang tepat sangat ditentukan oleh kemampuan jajaran pemerintah daerah dalam memahami konsep perencanaan pembangunan. Oleh karena itu pemahaman manajemen perencanaan pembangunan yang dimulai dari proses penyusunan perencanaan, penetapan kebijakan pembangunan, pelaksanaan pembangunan, hingga kembali pada monitoring dan evaluasi menjadi sangat diperlukan oleh para pelaku pembangunan termasuk pelaku pembangunan daerah.
Sementara itu, sebagai wujud dari ketentuan Pasal 30 Undang-Undang 25 Tahun 2004 tentang SPPN, pemerintah juga menetapkan Peraturan Pemerintah terkait dengan UU SPPN. Peraturan pemerintah tersebut adalah PP 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Dalam dokumen PP 39/2006 telah memuat tata cara pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan seperti: (1) pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan, (2) pengawasan pelaksanaan rencana pembangunan dan (3) tata cara pengawasan pelaksanaan rencana pembangunan. Selain ketiga poin di atas, dokumen ini juga mengatur evaluasi pelaksanaan,pembangunan.
Dalam rangka mensinergikan berbagai regulasi demikian, maka suatu sistem informasi manajemen pembangunan daerah perlu mendapatkan tempat untuk dipahami agar siklus data dan informasi dalam rangka penyusunan rencana dan penganggaran pembangunan dapat dilakukan dengan tepat dan terarah. Dengam demikian, kebutuhan serta validitas data dan informasi dapat lebih berkualitas dan menentukan keperhasilan pelaksanaan rencanapembangunan.
2. BANGUNAN DAN PEMBELAJARAN
1. Bangunan Segi empat MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) dan daerah lingkaran
a) Bangunan segi empat MBS merefleksikan proses pengelolaan pendidikan.
b) Proses pembelajaran (PBM) digambarkan dalam bangunana lingkaran dengan garis-garis tebal karena proses ini lebih terfokus, direncanakan dengan sadar, materi dan metode serta sumber major yang spesifik dan dengan tujuan untuk mencapai kompetensi yang spesifik pula, sedangkan roses pendidikan di dalam sebuah sekolah merupakan wadah interasosial yang lebih luas dan beragam kegiatannya.
c) Sumber Daya Pendidikan (SDP) merupakan sisi penopang penting untuk keberhasilan proses pembelajaran maupun prosees pendidikan pada umumnya pada suatu sekolah
d) Kurikulum berbasis kompetensi menuntut inisiatif dan kreativitas guru, bahkan para guru baik secara sendiri atau kelompok dapat merumuskan silabus dan kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik.
2. Atap Segitiga
Dalam bangunan MBS, terdapat atap segitiga akuntabilitas yang merujuk kepada standar nasional, akreditasi sekolah dan evaluasi independen oleh lembaga mandiri.
Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah juga berfungsi sebagai standar nasional karena ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Evaluasi merupakan bentuk akuntabilitas yang diberikan kepada satuan-satuan pendidikan, termasuk program-programnya.
Menurut pasal 61 UU Nomor 20 tahun 2003, sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
Sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi pada umumnya sangat populer untuk sekolah kejuruan dan kursus-kursus serta pelatihan keterampilan tertentu yang bersifa vokasional.
Berdasarkan pasal 61 UU Nomor 20 tahun 2003, p[ara pengambil kebijakan masih mempunyai ruang untuk mengatur pelaksanaannya.
3. Lantai Prasyarat (SPM), Fondasi (Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota) dan Lahan (Aspirasi Masyarakat)
Pelaksanaan MBS yang berwawasan mutu (MBS) akan sulit diwujudkan bahkan dalam kondisi tertentu tidak dapat dilaksanakan, kalau pemenuhan standar pelayanan minimal sekolah (P-SPM-S) tidak dilaksanakan untuk mendukung sumber daya pendidikan (SDM) yang memadai. Sesuai dengan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002, Dewan Pendidikan berperan menampung dan menyalurkan aspirasi tersebut, dengan fungsinya sebagai pendukung (turut mencari solusi dan pemecahan masalah), penasehat (pemberi saran), pengawas (ikut mengontrol) dan mediator (penghubung berbagai pihak untuk membantu pendidikan). Dalam praktik saling hubungan antarelemen tersebut sungguhpun merupakan parameter, tetapi pelaksanaannya elastis/fleksibel dan dinamis dan sangat ditentukan oleh loyalitas serta kesungguhan berbagai pihak terkait terhadap pelaksanaan sistem yang berlaku.
A ) Perencanaan Pembangunan
Konsep dasar perencanaan adalah rasionalitas, ialah cara berpikir ilmiah dalam menyelesaikan problem dengan cara sistematis dan menyediakan berbagai alternatif solusi guna memperoleh tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu perencanaan sangat dipengaruhi oleh karakter masyarakat dalam mengembangkan budaya ilmiah dalam menyelesaikan Tugas Filsafat dan Teori Perencanaan Pembangunan 2 permasalahan yang dihadapinya. Hal ini cukup beralasan karena perencanaan juga berkaitan dengan pengambilan keputusan (decision
maker), sedangkan kualitas hasil pengambilan keputusan berkorelasi dengan pengetahuan (knowledge), pengalaman (experience), informasi berupa data yang dikumpulkan oleh pengambil keputusan (ekskutor). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat kembali pada kurva/grafik spatial data dan decesion.
Menurut friedmann, perencanaan akan berhadapan dengan problem mendasar yakni bagaimana teknis pengetahuan perencanaan yang efektif dalam menginformasikan aksi-aksi publik. Atas dasar tersebut maka perencanaan didefinisikan sebagai komponen yang menghubungkan antara pengetahuan dengan aksi/tindakan dalam wilayah publik. Pada prinsipnya friedmann menyatakan perencanaan harus bertujuan untuk kepentingan
masyarakat banyak.
Konsep dasar perencanaan adalah rasionalitas, ialah cara berpikir ilmiah dalam menyelesaikan problem dengan cara sistematis dan menyediakan berbagai alternatif solusi guna memperoleh tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu perencanaan sangat dipengaruhi oleh karakter masyarakat dalam mengembangkan budaya ilmiah dalam menyelesaikan Tugas Filsafat dan Teori Perencanaan Pembangunan 2 permasalahan yang dihadapinya. Hal ini cukup beralasan karena perencanaan juga berkaitan dengan pengambilan keputusan (decision
maker), sedangkan kualitas hasil pengambilan keputusan berkorelasi dengan pengetahuan (knowledge), pengalaman (experience), informasi berupa data yang dikumpulkan oleh pengambil keputusan (ekskutor). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat kembali pada kurva/grafik spatial data dan decesion.
Menurut friedmann, perencanaan akan berhadapan dengan problem mendasar yakni bagaimana teknis pengetahuan perencanaan yang efektif dalam menginformasikan aksi-aksi publik. Atas dasar tersebut maka perencanaan didefinisikan sebagai komponen yang menghubungkan antara pengetahuan dengan aksi/tindakan dalam wilayah publik. Pada prinsipnya friedmann menyatakan perencanaan harus bertujuan untuk kepentingan
masyarakat banyak.
3. BENTUK DAN KEBUTUHAN
Rusunawa merupakan salah satu solusi pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal yang layak bagi penduduk di kota besar seperti Surabaya. Beberapa bangunan Rusunawa di Surabaya merupakan bangunan bertingkat rendah, yakni bangunan yang memiliki jumlah lantai 4 buah dan tanpa mempergunakan lift. Luas ruangan masing-masing hunian adalah 18 m2. Surabaya merupakan kota yang terletak dipinggir laut Jawa, memiliki temperatur maksimum sebesar 34.7oC pada bulan Oktober dan temperatur minimum sebesar 20 oC pada bulan Juli, sedangkan kelembaban rata-rata sebesar 98% pada bulan Maret dan kelembaban minimum sebesar 32% pada bulan Oktober. Temperatur ini berpengaruh terhadap temperatur di dalam ruangan bangunan. Embodied energy material bangunan merupakan salah satu faktor penting dalam sustainable arsitektur, bangunan harus memiliki efisien dalam embodied energy material, karena hal ini berhubungan dengan keberadaan sumber alam dunia atau lokal. Embodied energy material dalam bangunan adalah energi yang dipergunakan untuk proses produksi, konstruksi, pemeliharaan dan pembongkaran bangunan. Bangunan efisien embodied energy merupakan bangunan yang memiliki embodied energy total dari semua bahan bangunan yang dipergunakan beserta sistem konstruksinya yang relatif rendah, tetapi bangunan tersebut juga harus efisien terhadap energi pendinginan atau pemanasan bangunan. Kesimpulan yang diperoleh adalah bangunan yang efisien embodied energy tidak selalu bangunan dengan luas lantai yang relatif kecil, bahan bangunan dinding beton ringan lebih efisien embodied energy daripada dinding batako, elemen bangunan yang berpengaruh besar adalah bahan bangunan dan luasan lantai. Hasil penelitian merupakan masukan untuk disain hunian rusunawa bertingkat rendah di kota-kota besar yang sustainable arsitektur.
HAL-HAL YANG PERLU DI PERTIMBANGKAN :
A. Lahan Peruntukkan
Dalam memanfaatkan lahan tentunya harus sesuai dengan kemampuan dan fungsi lahan tersebut sehingga dapat dioptimalkan pemanfaatannya. Untuk itu diperlukan tata ruang kota yang mampu mengatur agar dalam penggunaan lahan dapat disesuaikan dengan fungsinya. Penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografis metode overlay. Karena Sistem Informasi Geografis merupakan salah satu perangkat lunak yang dapat digunakan dalam melakukan analisa penggunaan lahan dimana dengan SIG informasi akan lebih hidup karena proses manipulasi dan presentasi data direalisasikan dengan lokasi-lokasi geografi dipermukaan bumi Daerah penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah wilayah Kota Mojokerto. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa pada wilayah Kota Mojokerto yang mempunyai luas administratif 1.646,54 ha dengan penggunaan lahan terbesar adalah wilayah pemukiman seluas 744,623 ha, kawasan pertanian seluas 521,196 ha, daerah lahan terbuka hijau sebesar 56,893 ha, daerah perdagangan dan jasa seluas 52,289 ha dan wilayah industri dan pergudangan seluas 4,234 ha. Daerah yang dalam penggunaan lahannya belum sesuai yang direncanakan adalah daerah BWK A dan BWK B3. Juga adanya perubahan lahan dari pertanian menjadi pemukiman seluas 10,599 Ha.
B. Site Plan
B. Site Plan
Site plan adalah rencana tapak. Pengertian Site plan adalah gambar dua dimensi yan menunjukan detail dari rencana yang akan dilkukan terhadap sebauh kaveling tanah, baik menyagkut rencana jalan, utilitas air bersih , listrik, dan air kotor, fasilitas umum dan fasilitas sosial. Siteplan dalam dunia properti mungkin juga mencakup serta cluster- cluster perumahan yang direncanakan.
C.Zona Publik, semi private dan private
Zona-zona dalam hunian dikelompokkan sebagai berikut :
a. Zona public yang bersifat umum, di mana semua orang dapat mengakses ruangan tersebut tanpa ada batasan-batasan.
Contoh : teras dan ruang tamu
Penempatan zona publik sebaiknya di lokasi yang mudah dilihat dan diakses baik dari depan atau belakang rumah dan dapat juga di tengah-tengah bangunan sebagai pusat sirkulasi.
b. Zona semi publik (semi privat) yang bersifat setengah umum di mana semua orang dapat mengakses maupun memakainya, tapi ada kondisi-kondisi tertentu di mana tidak dengan beban menggunakannya.
Contoh : kamar mandi, ruang keluarga, dan ruang makan.
Penempatan zona semi publik sebaiknya di lokasi yang agak sulit diakses dan tidak dengan leluasa dipandang.
c. Zona privat yang bersifat sangat tertutup di mana tidak sembarang orang boleh mengaksesnya atau menggunakannya tanpa ada izin dari pemiliknya.
Contoh: ruang tidur
Penempatan zona privat di lokasi yang bersifat tertutup dan sulit diakses.
d. Zona servis yang bersifat umum namun sengaja difungsikan untuk kegiatan penunjang.
Contoh: dapur, ruang cuci, gudang, garasi, dan car port.
Seperti halnya zona publik, zona servis juga diusahakan didesain dahulu jenis lay out yang akan diterapkan, disesuaikan dengan luasan lahan.
a. Zona public yang bersifat umum, di mana semua orang dapat mengakses ruangan tersebut tanpa ada batasan-batasan.
Contoh : teras dan ruang tamu
Penempatan zona publik sebaiknya di lokasi yang mudah dilihat dan diakses baik dari depan atau belakang rumah dan dapat juga di tengah-tengah bangunan sebagai pusat sirkulasi.
b. Zona semi publik (semi privat) yang bersifat setengah umum di mana semua orang dapat mengakses maupun memakainya, tapi ada kondisi-kondisi tertentu di mana tidak dengan beban menggunakannya.
Contoh : kamar mandi, ruang keluarga, dan ruang makan.
Penempatan zona semi publik sebaiknya di lokasi yang agak sulit diakses dan tidak dengan leluasa dipandang.
c. Zona privat yang bersifat sangat tertutup di mana tidak sembarang orang boleh mengaksesnya atau menggunakannya tanpa ada izin dari pemiliknya.
Contoh: ruang tidur
Penempatan zona privat di lokasi yang bersifat tertutup dan sulit diakses.
d. Zona servis yang bersifat umum namun sengaja difungsikan untuk kegiatan penunjang.
Contoh: dapur, ruang cuci, gudang, garasi, dan car port.
Seperti halnya zona publik, zona servis juga diusahakan didesain dahulu jenis lay out yang akan diterapkan, disesuaikan dengan luasan lahan.
Bila lahan cukup luas dengan lebar yang memungkinkan bangunan berdiri tidak menempel pada sisi kiri atau kanan tembok pagar bumi, lay out tertutup dapat dipakai. Lay out ini menghadirkan suasana ruangan dengan batas-batas antarruang yang tegas namun memungkinkan cahaya dan angin masuk.
Bila lahan kecil dengan lebar yang terbatas, sehingga memaksa bangunan berdiri dengan diapit oleh pagar bumi, lay out terbuka sangat dianjurkan untuk diadopsi. Lay out ini memakai prinsip pembagian ruang tidak harus memakai dinding pembatas yang massif, namun cukup dengan peninggian atau penurunan lantai atau plafon.
Lay out tersebut menjadikan hunian terasa luas, terang, dan sejuk, udara, cahaya, dan pandangan hadir tanpa batasan tertentu namun menjadikan tiap-tiap ruangan menjadi seakan-akan bersifat umum.
Bila lahan kecil dengan lebar yang terbatas, sehingga memaksa bangunan berdiri dengan diapit oleh pagar bumi, lay out terbuka sangat dianjurkan untuk diadopsi. Lay out ini memakai prinsip pembagian ruang tidak harus memakai dinding pembatas yang massif, namun cukup dengan peninggian atau penurunan lantai atau plafon.
Lay out tersebut menjadikan hunian terasa luas, terang, dan sejuk, udara, cahaya, dan pandangan hadir tanpa batasan tertentu namun menjadikan tiap-tiap ruangan menjadi seakan-akan bersifat umum.
Daftar Pustaka
http://imansantoso73.multiply.com/journal/item/11/KONSEP-MANAJEMEN-PEMBANGUNAN?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Sumber: http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2174142-macam-macam-zona-dalam-hunian/#ixzz2BT72Khv6
http://imansantoso73.multiply.com/journal/item/11/KONSEP-MANAJEMEN-PEMBANGUNAN?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Sumber: http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2174142-macam-macam-zona-dalam-hunian/#ixzz2BT72Khv6
http://digilib.its.ac.id/ITS-Undergraduate-3100007028591/6177
http://tkampus.blogspot.com/2012/01/perencanaan-pembangunan.html
http://www.bekasikota.go.id/read/109/izin-rencana-tapak---site-plan--
http://fedelisrudi.blogspot.com/2012/10/bangunan-manajemen-berbasis-sekolah.htmlA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar